Sepanjang tahun ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri mencatat ada laporan ratusan kasus tuberkulosis (TBC). Hingga 2 Desember, tercatat 952 kasus TBC. Meningkat dibanding 2021, yang mencapai 628 kasus dan 2020 yang mencapai 682 kasus. Catatan tersebut mengindikasikan adanya kenaikan kasus TBC.
“Peningkatan itu, bisa jadi karena yang sebelumnya tidak terlaporkan, dan baru sekarang ini di –report. Kenaikan ini belum tentu negatif. Justru menandakan investigasi kontak TBC cukup optimal. Selain itu, bisa juga masyarakat makin peduli untuk memeriksakan diri,” kata Kepala Dinkes Wonogiri Setyarini, Selasa (20/12).
Temuan kasus TBC, juga tidak terlepas dari kinerja berbagai pihak. Mengingat penanggulangan TBC butuh tanggung jawab dan komitmen bersama. “Semua stakeholder harus sama-sama tanggung jawab. Agar target mengeliminasi TBC di Wonogiri benar-benar tercapai,” imbuhnya.
Saat ini Pemkab Wonogiri terus berupaya meningkatkan layanan kesehatan bagi pasien TBC. Melalui 34 unit puskesmas, satu unit RSUD, delapan unit rumah sakit swasta, plus 126 dokter mandiri dan klinik.
“Sosialisasi tentang TBC terus kami gencarkan di daerah atau desa melalui puskesmas. Selain itu, kami akan membuat rencana aksi daerah,” bebernya.
Programer Mentari Sehat Indonesia (MSI) Wonogiri Wahyu Uliartha mengaku, pihaknya cukup intens membantu dalam penanggulangan TBC. Ada sejumlah tantangan dalam upaya mengeliminasi TBC. Maka dibutuhkan komitmen serius dari pemerintah. Bukan hanya dinkes, namun juga instansi vertikal lainnya.
“Sub-Sub Recipient (SSR) MSI Wonogiri mendampingi 179 pasien TBC sensitif obat, serta pasien resisten obat. Sementara pasien los to follow up (LTFU) atau pasien TBC putus obat ada tujuh orang. Kami rutin edukasi juga ke desa-desa. Termasuk ikut menginvestigasi kontak dan menemukan kasus. Kemudian melakukan terapi pencegahan kasus kontak TBC serumah,” urainya.
Sementara itu, dokter spesialis paru RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, yang juga Ketua Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI-TB) dr. Enny Sudaryati mengaku ada dua jenis pasien TBC. Yakni TBC sensitif obat (SO) dan resisten obat (RO).
TBC SO merupakan kondisi kuman penyebab TBC. Masa pengobatan pasien selama 6-9 bulan. Sedangkan TBC RO, adalah kondisi kuman penyebab TBC yang telah mengalami kekebalan obat antiTB. Sehingga obatnya berbeda.
“Pasien TBC RO biasanya lalai tidak minum obat. Dulu biasanya rutin minum selama dua bulan. Tapi setelah itu jarang minum obat. Padahal lama pengobatan pasien TBC, minimal enam bulan. Itu bisa jadi pemicunya,” terangnya.