RADARWONOGIRI.COM– Kasus tuberkolosis (TBC) di Kabupaten Wonogiri naik.
Merujuk data Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri, periode Januari-24 November 2023, tercatat 1.253 penemuan kasus TB. Sementara di 2022 lalu, ada 1.196 kasus TBC. “Salah satu penyumbangnya (pertambahan kasus TBC) ditemukannya TBC pada anak,” ujar Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Wonogiri Satyawati Prawirohardjo, Senin (27/11/2023).
Wati sapaan akrab Satyawati menerangkan, di 2023, pihaknya melakukan skrining TBC pada anak-anak stunting. Hasilnya, pada sebagian anak-anak stunting juga terpapar TBC dan menyumbang kenaikan kasus TBC di Kabupaten Wonogiri.
Berdasarkan data Dinkes, tercatat 478 kasus TBC pada anak. Itu adalah kasus baru yang ditemukan sejak awal Januari 2023 hingga 24 November 2023. Penemuan kasus TBC terdapat dua jenis. Yakni pasif dan aktif. Contoh kasus pasif adalah saat seseorang datang berobat karena bergejala batuk-batuk. Saat diperiksa ternyata TBC. “Sementara yang aktif itu kami cari. Kami punya target dari kementerian. Target kami menemukan 1.419 kasus,” kata Wati.
Kendala dalam penanganan TBC adalah ada penderita yang bosan meminum obat. Selain itu, ada juga pasien yang memilih obat herbal sehingga menambah pengeluaran. “Kalau untuk obat TBC kan gratis,” ungkap Wati. Penanganan TBC perlu dilakukan secara berkolaborasi. Dengan begitu, upaya eliminasi TBC bisa lebih optimal.
Staf Program Yayasan Mentari Sehat Indonesia (MSI) Wonogiri Wahyu Uli Artha menuturkan, komunitasnya menjalin kemitraan dengan dinkes dan pihak terkait. Tujuannya, bersama-sama mengintervensi TBC di 25 kecamatan di Kabupaten Wonogiri. Sebanyak 100 kader disebar ke permukiman. “Untuk tracing pasien, kami dapat datanya dari puskesmas, rumah sakit dan layanan kesehatan di klinik,” ucap Wahyu.
Kader kemudian turun ke alamat pasien. Skrining kesehatan dilakukan di kontak serumah dan kontak erat sekitar. Saat ada yang bergejala mengarah TBC, dirujuk untuk melakukan tes dahak. Kendala yang dialami petugas saat turun di lapangan adalah medan dan cuaca buruk. “Kadang juga ada penolakan dari pasien. Makanya kalau kami mau kunjungan, izin dulu ke desa dan puskesmas. Diantar perangkat desa jadi lebih mudah diterima,” pungkas Wahyu.