Surakarta – Kasus penyakit menular TBC atau Tuberkulosis di Kota Solo mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dinas Kesehatan Kota Solo mencatat pada tahun 2021 terdapat 1225 kasus, tahun 2022 sebanyak 2112 kasus dan tahun ini meningkat sebanyak 2393 kasus.
TBC adalah salah satu penyakit menular akibat infeksi bakteri dan menyerang paru-paru. Penularannya melalui flek di udara saat pengidapnya bersin atau batuk.
Ditemui saat konferensi pers tentang Optimalisasi Penanggulangan TBC dengan Kolaborasi Lintas Sektor di Kota Surakarta, Rabu (6/12), Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Solo, dr. Tenny Setyoharini menghimbau agar masyarakat aktif berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, ketika mengalami batuk hingga sesak napas lebih dari tiga minggu.
“Gejala umumnya seperti batuk panas hingga terasa nyeri sesak di dada, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas kesehatan. Di situ akan ditapis apakah jenis sakitnya batuk biasa atau mengarah ke TBC bahkan bisa jadi pneumonia. Jangan sampai menyepelekan penyakit tersebut. Berperilaku hidup bersih dan sehat juga menjadi salah satu bentuk pencegahan penyakit,” ucap dr. Tenny.
Ia menambahkan pengobatan penyakit TBC memang berlangsung lama, butuh 6 hingga 8 bulan agar bisa sembuh total. Stigma buruk tentang penderita TBC juga mempengaruhi minat masyarakat untuk pergi berobat.
Pelaksana Progam SSR MSI Kota Solo, Rishan Mohammad Mahfud mengatakan ia dan para anggota Mentari Sehat Indonesia membantu Dinas Kesehatan Kota Solo melakukan investigasi kontak kemudian penemuan kasus dan melakukan penyuluhan kepada warga.
“Dalam sisi di lapangan, salah satu kegiatan kita adalah melakukan investigasi kontak penderita TBC, selain itu juga mencari penemuan kasus TBC di masyarakat bekerjasama dengan puskesmas setempat,” papar Rishan.
Banyak kader atau anggota MSI yang melakukan edukasi langsung dari rumah ke rumah agar penderita TBC maupun pihak keluarganya masih memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
“Sejauh ini lewat kader-kader kita itu efektif (edukasi door to door), karena kebanyakan dari keluarga penderita TBC ia merasa sehat dan tidak sakit, sehingga tidak mau periksa. Para kader mentari sehat indonesia melakukan edukasi kepada yang bersangkutan agar mau periksa dan banyak yang akhirnya mendatangi puskesmas terdekat,” tambah Rishan.