PEKALONGAN, suaramerdeka-pantura.com – Berbagai unsur masyarakat di Kota Pekalongan bersepakat dan berkomitmen untuk mengeliminasi tuberkulosis (TBC). Mereka akan berkolaborasi untuk mendukung program-program penanggulangan TBC di Kota Pekalongan.
Komitmen tersebut dituangkan dalam pernyataan bersama yang ditandatangani berbagai unsur masyarakat. Yakni Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekalongan Slamet Budiyanto, Ketua Komisi C DPRD Kota Pekalongan Mofid, serta perwakilan dari sejumlah OPD Pemkot Pekalongan. Di antaranya Diskominfo, Bappeda, Bagian Pemerintahan dan RSUD Bendan. Selain itu, Lazismu dan Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk penanggulangan TBC (KOPI TB).
Penandatangan berlangsung di sela-sela “Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan TBC di Kota Pekalongan” yang diselenggarakan Yayasan Mentari Sehat Indonesia Kota Pekalongan di Hotel Santika, Kamis (23/11).
Ada tiga poin dalam pernyataan bersama yang ditandatangani tersebut. Pertama, mendorong pemerintah untuk menjadikan program penanggulangan TBC sebagai program prioritas di Kota Pekalongan dalam bentuk rencana aksi daerah (RAD) yang terintegrasi dengan RPJMD. Kedua, mendorong penemuan kasus TBC mealui pendekatan public private mix (PPM) dan kewajiban lapor bagi semua fasilitas layanan kesehatan dengan memperkuat peran masing-masing instansi kelembagan dan organisasi dalam mendukung jejaring district public-private mix (DPPM). Ketiga, mendorong keterlibatan pemerintah dan semua pihak dari tingkat kota hingga tingkat kelurahan dalam upaya penanggulangan TBC melalui upaya edukatif, promotif, preventif dan rehabilitatif dengan melibatkan unsur pentahelix.
Ketua Yayasan Mentari Sehat Indonesia Kota Pekalongan, Ira Septiawati mengatakan, berdasarkan data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) Kementerian Kesehatan per 5 November 2023, jumlah target kasus TB di Kota Pekalongan sebanyak 1.018 orang. Sedangkan yang ternotifikasi baru 813 orang. Dari jumlah tersebut, yang diobati baru 80 persen. Dari 813 orang yang ternotifikasi tersebut, 173 orang penderita merupakan anak-anak dan TB dengan HIV 18 orang penderita. Terdapat sebelas orang penderita merupakan TB Resisten Obat (TBRO), tapi baru lima orang penderita TBRO dalam masa pengobatan,” paparnya.
“Angka-angka tersebut juga dipengaruhi dengan besarnya kasus lost to follow up (LTFU) atau pasien tidak melanjutkan pengobatan. Sehingga berdasarkan data-data yang ada, Kota Pekalongan masih terancam potensi besarnya jumlah penderita dan terjadinya penularan TB,” terangnya.
Dengan demikian, menurut Ira, penanggulangan TBC harus menjadi program prioritas sehingga target eliminasi TBC pada tahun 2030 bisa tercapai. “Kami telah memetakan sepuluh isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama dalam rangka kolaborasi penanganan TBC di Kota Pekalongan,” sambungnya. Sementara itu, Slamet Budiyanto menjelaskan, penularan dan penanggulangan TBC juga tergantung pada kondisi lingkungan. Terkait hal ini, Dinas Kesehatan Kota Pekalongan telah menyampaikan ke OPD terkait agar penderita TBC yang tinggal di Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) agar diprioritaskan untuk mendapat bantuan pugar RTLH. “Sehingga dapat mendukung upaya pengobatan dan penanggulangan TBC,” harapnya.
Mofid menambahkan, DPRD Kota Pekalongan berkomitmen untuk mendukung penanggulangan TBC dari segi kebijakan penganggaran.Menurutnya, penanggulangan TBC harus menjadi prioritas di atas segala-galanya. “Apalagi setelah dicermati, mayoritas penderita TBC adalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Ke depan, penanggulangan TBC ini akan menjadi program prioritas usulan Komisi C dan penganggarannya akan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan,” paparnya.