SOLO, MettaNEWS – Pemerintah Kota Solo targetkan tahun 2025 zero kasus TBC. Seperti fenomena gunung es, penderita penyakit tuberkulosis di Kota Solo tergolong tinggi. Bahkan negara Indonesia menempati posisi nomor 2 dunia untuk penderita TBC terbanyak. Sedangkan untuk tingkat nasional memasang target zero kasus TBC pada 2030.
Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Solo Tenny Setyoharini menjelaskan selama 3 tahun terakhir jumlah penderita penyakit TBC di Solo terus meningkat.
“Pada tahun 2021 kami temukan sebanyak 4698 terduga TBC. Pada tahun 2022 jumlah terduga TBC mengalami kenaikan, ditemukan 14.847 terduga. Dan pada tanggal 04 Desember 2023 ditemukan 15.993 terduga TBC,” beber Tenny pada konferensi pers Optimalisasi Penanggulangan TBC dengan Kolaborasi Lintas Sektor di Kota Surakarta, Rabu (6/12/2023).
Tenny mengatakan j<span;>umlah terduga TBC yang ditemukan mengalami kenaikan dari tahun 2021-2023. Target minimal penemuan terduga setiap tahun sebesar 95%.
Sedangkan untuk tingkat kesembuhan dari pasien TBC selama 5 tahun terakhir terdapat kenaikan dan penurunan capaian.
“Angka kesembuhan 5 tahun terakhir hanya pada tahun 2019 saja yang melebihi Target Nasional sejumlah 90%. Sementara untuk tahun 2020 angka kesembuhan terjadi penurunan capaian menjadi 87%. Pada tahun 2021 terjadi kenaikan capaian menjadi 88% dan tahun 2022 tidak terdapat kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2023 terjadi penurunan angka capaian menjadi 86%. Namun angka terakhir ini masih bisa meningkat karena belum selesai tahunnya,” ungkapnya.
Tenny menyebut penanggulangan TBC tidak bisa hanya dilakukan oleh Pemerintah Kota. Butuh kolaborasi berbagai pihak.
Seperti Pemkot Solo melibatkan 5 sektor. Yakni Kegiatan SIGAP TB merupakan kegiatan skrinning di 8 pasar tradisional. Yang melibatkan Puskesmas dan Dinas Perdagangan Kota Surakarta. Sasaran pada kegiatan ini yaitu pedagang, pembeli dan petugas keamanan yang memiliki tanda dan gejala TBC.
Kemudian Jumat Sehat merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap minggu sekali.
Pertemuan Koordinasi Tim DPPM dan KOPI TB, kegiatan ini berbentuk pertemuan intensif untuk membahas mengenai pelibatan lintas sektor dalam program TBC. Pertemuan ini melibatkan Organisasi Profesi Daerah (OPD) dan OP (Organisasi Profesi).
Juga sosialisasi SKP IDI, kegiatan ini merupakan kegiatan kolaborasi Dinas Kesehatan Kota Surakarta dengan IDI Cabang Kota Surakarta. Kegiatan sosialisasi SKP IDI dikhususkan untuk dokter sebagai reward dalam program TBC. Peserta kegiatan ini melibatkan dokter dari DPM, Klinik, Rumah Sakit dan Puskesmas.
Yang terakhir supervisi dengan melibatkan Organisasi Profesi, merupakan kegiatan supervisi ke RS dibawah jejaring Big Chain Hospital (RS Jejaring Besar di Indonesia).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Solo Anna Budiarti menyampaikan sebaran TBC saat ini tidak lagi memandang strata sosial. “Dulu orang terkena TBC kebanyakan dari strata bawah. Tapi sekarang TBC masuk ke semua lini, merajalela di semua kehidupan. Pengobatannya jangka waktunya lama jadi perlu penangangan khusus,” terang Anna.
Anna menekankan betapa pentingnya mensosialisasikan pada masyarakat bahwa TBC termasuk 10 penyakit mematikan. “Sehingga masyarakat sadar. Tapi TBC bisa diobati dan bisa tuntas. TBC ini menular jadi harus menyadari kita bisa terkena. Pemkot tidak bisa bekerja sendiri kalau tidak kolaborasi. Bergerak bersama-sama memberantas TBC. Sehingga kita bisa mencapai target bebas TBC,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komunitas TBC Mentari Sehat Indonesia (MSI) Solo, Rishan menambahkan, ada beberapa jenis kasus TBC.
“Ada kasus TB anak, TBC HIV, TBC DM dan TBC Resisten Obat. MSI Surakarta sebagai komunitas selalu bekerja sama dengan puskesmas di ranah grass root dalam membantu memperkuat fungsi layanan Kesehatan masyarakat. Kita berharap dengan usaha yang kita lakukan mampu mewujudkan target eliminasi TBC di Surakarta tahun 2025. Kita mengapresiasi Dinkes Surakarta dan fasyankes atas terbukanya kolaborasi dalam gerakan eliminasi TBC,” pungkasnya.